Pada zaman awal perkembangan
islam, sebenarnya kaum muslim tidak
bermaksud mengutip pemikiran filsafat dari pihak manapun juga . Mereka tidak
menaruh perhatian pada soal tersebut , bahkan sama sekali tidak berniat mengutip
ilmu apapun juga dan tidak pernah memikirkannya. Kalau di kemudian hari ada
sebagian dari ilmu-ilmu tersebut merembes kedalam pemikiran orang Arab , itu
semata-mata karena keharusan yang tak dapat di hindari karena semakin eratnya
hubungan mereka dengan bangsa-bangsa lain di sekitar negerinya. Hubungan
seperti itu memang sudah terjadi sejak zaman jahiliyyah , tetapi masih terbatas dalam ruang lingkup yang
amat sempit. Misalnya, Al-Harits bin kaldah Ats-tsaqafi,belajar ilmu kedokteran
pada suatu perguruan di jundisbur, Persia dan terkenal sebagi seorang dokter
Arab sebuah riwayat yang berasal dari Saad bin Abi waqqash mengatakan, ketika
ia menderita sakit, Rosulullah SAW datanglah menjenguknya. Saat itu beliau
menyarankan “datanglah kepada al-Harits bin kaldah Ats-tsaqafi, I mengetahui soal
kedokteran”.
Akan tetapi ilmu pengetahuan yang
di dapat , Al-Harits bin kaldah Ats-tsaqafi belum di anggap cukup. Karena ia belum menguasai semua pokok dan cabang
ilmu kedokteran secara ilmiah. Untuk itu, memang di perlukan penguasaan bahasa
Suryani sebagai alat untuk dapat mempelajari berbagai buku kedokteran yang
telah di terjemahkan ke dalam bahasa tersebut dan tersebar di jundisabur. Ilmu
pengetahuan di bidang itu umumnya di kuasai oleh orang-orang suryani sendiri.
Mengenai bagaimana proses
perpindahan ilmu kedokteran ke Jundisabur dan mengapa buku-buku di terjemanhkan
dari bahasa yunani ke dalam bahasa suryani, akan saya ketengahkan kisahnya.
Kisah kuno yang menurut sejarah merupakan kesinambungn dari zaman Plato dan
Aristoteles, dua orang filosof yunani : yang satu perhatian besar pada masalah
alam dan kedokterandan yang satu menaruh perhatian pada problema matematika.
Keduanya juga mempunyai perguruan filsafat masing-masing . Pada abad ke-3 SM.
Hippocrates juga telah mendirikan sebuah
perguruan ilmu kedokteran. Kemudian setelah kota iskandariyah di bangun,
Kota itu menjadi tempat peradaban yunani yang lebih banyak bersifat ilmiah dari
pada bersifat filosofis. Dari perguruan tersebut ,lalu sejumlah ahli pikir
besar seperti Euclide, galenus, Archimedes,
Ptolomeus dan lain-lain, Yang telah berhasil meletakan dasar-dasar ilmu
pengtahuan seperti ilmu geometri ilmu falak (astonomi), dan ilmu kedokteran.
Hingga abad ke-6 M kota iskandariyah
tetap menjadi mercusuar ilmu pengetahun. Kemudian muncul pula di kota itu para
ahli pikir genarasi kedua yang mengatur, menyusun, dan mempelajari buku-buku
peninggalan para hali pikir generasi yang pertama untuk bahan pengajaran. Dari
ahli pikir generasi kedua Orang-orang Arab menerjemahkan berbagai cabang ilmu
pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dan filsafat
yang berkembang di iskndariyah hinggga abad ke-6 M, lazim di sebut filsafat
Iskandariyah. Sebagian besar yang di timba oleh orang-orang Arab pada masa itu
bersal dari dua bidang ilmu tersebut. Filsafat
iskandariyah terpusat di kota iskandariayh saja, tetpi di sebabkan oleh
berbagai faktor sejarah yang terjadi sejak abad ke-14 M, filsafat tersebut
meluas ke arah Timur kemudian menjadi mantap di beberapa kota negeri Syam. Pada
masa itu agama Nasrani telah berhasil sepenuhnya mengalahkan paganism Yunani
dan Roamawi dan tersebar pula di mesir, Syam dan Jazirah Arabia. Kaum Nasrani
Suryan banyak tertarik mempelajari fisafat Iskandariayah dan sebagian besar
mereka menejermahkan ke dalam bahasa suryani.
Memang benarlah, bahwa dunia lama
tidak terpencil dan terpisah satu dengan yang lainnya. Sepanjang zaman,
pemikiran manusia memang bersifat universal, dan kemajuannya pun berarti
kemajuan manusia juga. Aliran-aliran pemikiran hindu dan Persia banyak
mempenaruhi filsafat Iskandariah, sebagaimana filsafat Yunani dan Iskandariyah
mempengaruhi pemikiran filsafat di Timur hingga memperoleh kemantapannya di
kota Jundisabur di jantung Persia. Keadaan tersebut di sebabkan antara lain
peran antara Persia dan Romawi yang
terjadi berulang-ulang sejak abad ke-5 SM sampai abad ke-3 M. Maharaja Romawi,
valeerianus, memerintahkan anak leleakinya yang bernama Galianus memimpin
balatentara untuk menyerang Persia. Bala tentara Romawi di kalahkan Persia di
sebuah tempat bernama Roha. Dengan kemenangannya itu , bala tentara Persia
banyak tersebar dibagian utara negeri Syam dan berhasil merampas Antakia.
Panglima Persia yang bernama Sabur kemudian memindahkan para tawanan romawi ke
sebuah tempat dekat Tustur , sebuah kota di Arabistan (Iran). Tempat itu kemudian di beri nama Jundisabur
yang bermakna Pemusatan pasukan sabur . para tawanan romawi di perlakukan
sangat baik . Mereka bebas melakukan peribadatan dan bagi yang beragama Nasrani
di buatkan gereja. Diantara para tawanan perang itu terdapat banyak insyinyur,
arsitekur, dan dokter . sejak tahun 260 Masehi kota Jundisabur menjadi pusat
kelahiran kembali ilmu filsafat dan kedokteran Yunani. Keadaan itu berkembang
terutama setelah kaisar Justianus mengusir para filosif dari perguruan Athena.
Kisra Persia menyambut gembira para filosof yang di usir itu di Jundisabur.
Sejak itu sebagian besar filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani di terjemahkan
kedalam bahasa Suryani dan sebagian kecil saja yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Persia. Konon Ibn Al-Muqaffa’ menerjemahkan semantika aristoteles dari
bahasa Persia.
2.3.1 Masa Awal kedatangan Islam
Masa klasik adalah awal
penyebaran ajaran Islam yang dilakukan oleh Rasulullah. Pada awal
perkembangannya, Rasulullah berupaya agar umat manusia pada masa itu memahami
ajaran-ajaran Islam. Al Quran adalah sumber utama dakwah saat itu. Adapun
metode yang dipakai Rasulullah saat itu adalah dengan mengajarkan Islam di
rumah Arqom maupun rumah Rasul sendiri. Materi yang diajarkan pada masa ini
adalah berkisar pada masalah ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Kegiatan
ini berlangsung hingga masa Khulafaurrasyidin.
Ilmu pengetahuan,pengetahuan,
pencarian, Penalaran dan kebebasan adalah hadiah yang sangat bernilai.
Ia di bawa oleh Nabi Muhammad bagi siapa saja yang mau menerima dan
menggunakannya. Eropa turut mandapat keuntungan dari “Hadiah ” itu melaui interaksi para penganut
islam yang tinggal di Spanyol, Italia Selatan dan Sisilia serta intraksi selama
Perang Salib pada abad pertengahan. Orang-orang Eropa mempelajari ilmu
pengetahuan, pencarian, penalaran dan kebebasan, Setelah memahaminya, kemudian
mereka menggunakanya dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan bukti historis yang
tak dapat di bantah, ajaran Nabi memberi pengaruh terhadap pembangunan Eropa
moderen. Beliau beserta ajarannya berperan dalam mengeluarkan masyarakat Eropa
dari kegelapan menuju sesuatu yang dahulu mereka abaikan. Ironisnya, dahulu
mereka merasa senang dalam
kegelapan.abad ini sering di sebut “dark ages”, otonomi dan kebebasan berpikir
sangat di batasi otoritas institusi agama dengan mengatas namakan nilai
ketuhahan. Karena itu rennaisans di eropa berbarengan dengan semangat
menunggalkan agama institusioanal dan nilai ketuhanan serta memajukan semangat
sains dan kemanusiaan (humanisme). Maka munculah Ilmuan Ateis (yang menolak
tuhan ), Ilmuan Agnostis (yang tidak peduli denagn eksistensi tuhan) dan Ilmuan
Deis (mengimani tuhan tetapi tidak memeluk suatu agama formal tertentu). Zaman
rennaisans berarti zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam
berpikir, bereksplorasi, bereksperimen,
serta mengembanganseni, sastra dan ilmu pengetahuan Eropa.
Sebelum renaisans ,bangsa eropa
menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan, menghukum orang-orang yang berilmu
berbanggan dengan takhayul nenek moyang dan mengambil jalan kebodohan, tidak
mengenal akal pikiran serta tidak mengenal kebebasan dalam berekspresidan
memilih keyakinan. Para raja sangat berkuasa sedangakan masyarakat kelas
bawahnya sangat menderita di bawah kaum bangsawan serta gereja. Nabi
Muhammad berhasil menghembuskan gairah
pada ilmu pengetahuan ke dalam pikiran para sahabatnya. Beliau meletakan tonggak
“prinsip Filsafat pertama dalam perbuatan positif” dan “membimbing ke proses
peleburan aktual antara penalaran dan hukum”. Pendekatan terhadap ilmu
pengetahuan dan sains ini membuka gerbang menuju sebuah dunia dengan cakrawala
baru bagi manusia. Para pengikut nabi memperkenalkan masyarakat eropa pada
unsure fundamental ajaran Nabi Muhammad SAW . Hal ini membawa mereka ke arah
penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia muslim ---- antara antara
abad ke -7 hingga ke -14 ---- Pada saat masyarakat Eropa hidup pada saat zaman
kegelapan . Walaupun Eropa belum
sepenuhnya mengetahui kebaiakan ajaran tersebut di antara mereka ada yang
mengakui Sumbangan Nabi Muhammad SAW dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa
bahkan sampai sekarang.
Robert brifaultadalah salah
seorang yang secar aterus terang menagkui kebanearan itu .”Walaupun tidak aspek terlacak yang menunjukan bahawa
masyarakat eropaberkembang dengan pengarus dari kebudayaaan islam, pengaruh itu
sangat jelas dan sanngat signifikan sebagai permulaan kekuatan yang menjadi pembeda terpenting dunia. Pada
masa empat khalifah ini, ilmu pengetahuan dalam konteks kajian agama sudah
lebih luas lagi karena wilayah kekuasaan Islam juga bertambah luas dan permasalahan
yang dihadapi juga semakin kompleks. Muncullah pengkajian ajaran agama yang
menggunakan pertimbangan akal (ijtihad) baik dalam bentuk Ijma' maupun Qiyas.
Tata pemerintahan, birokrasi, administrasi, dan hukum pada masa
khulafaurrasyidin merupakan bentuk perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
tersebut. Selain itu, kondisi pada masa tersebut menyebabkan munculnya berbagai
macam aliran dalam masalah aqidah, yakni : aliran Khawarij, Murjiah, Jabariyah,
dan Qadariyah. Keempat aliran ini merupakan embrio keilmuan dan filsafat yang
melahirkan kajian rasional terhadap persoalan-persoalan akidah.
2.3.2 Masa Pertengahan
Masa ini berlangsung setelah
khulafaurrasyidin, tepatnya pada masa Daulah Umayyah sekitar abad ke 7 dan
Daulah Abbasiyah pada abad ke 8. Khalifah Bani Umayyah yang terkenal dalam
mempelopori gerakan pengembangan ilmu pengetahuan adalah Umar bin Abdul Aziz.
Dialah yang mempelopori kodifikasi hadits-hadits Nabi. Pada masa ini muncul
tokoh Al Tabari Ibn Hazm yang menjadi pelopor berkembangnya bidang keilmuan
pada masanya. Kejayaan Islam pada masa pertengahan mencapai puncaknya saat
Daulah Abbasiyah berkuasa.
Ilmu pengetahuan pertama yang di
terjemahkan oleh orang Arab pada zaman Islam ialah ilmu kedokteran, yaitu pada
zaman khalifah bani Umayyah. Penerjemahnya bernama Warwan bin Al Ahkam (64-65 H
). Ketika itu seorang dokter bernama Masarjarwaih menerjemahkan ke dalam bahasa
Arab buku kedokteran yang di tulis oleh
pendeta Ahran bin Ayun dalam bahasa Suryani. Buku tersebut masih tersimpan baik
di perpustakaan sampai zaman khalifah bani Umayyah yang bernama Umar Abdul Aziz
(tahun 99-101 H ) . Ia kemudian shalat istikharah karena ingin mengeluarkan
buku tersebut untuk di mamfaatkan oleh
kaum muslimin. Pendeta yang bernama Ahran itu adalah orang yang misterius ada
yang mengatakan ia berasal dari Iskandariyah dan hidup pada abad ke-5 M. Ia
menulis buku mengenai tiga puluh problema ilmu kedokteran, yang kemudian di
terjemahkan ke dalam bahasa Suryani dan bahasa Arab.
Riwayat lain mengatakan bahwa
orang pertama yang menerjemahkan pada zaman Islam ialah Khalid bi Yazid Al
Umawi (58 H), yang di perintahkan menerjemahkan berbagai buku ilmu kimia ke
dalam bahasa Arab , atau ilmu sun’ah, menurut istilah yang terkenal di kalangan
mereka pada masa itu. Riwayat itu mengemukakan juga bahwa Khalid mempelajari
ilmu tersebut dari seorang bernama Marimus atau Marianus yang belajar ilmu
tersebut dari Stepanus pada zaman Kaisar Hiraclus (Romawi), tidak lama sebelum
islam melakukan gerakan perluasan wilayah kekuasaannya secara langsung. Pada
masa itu, ilmu kimia mempunyai dua tujuan : pertama, mengubah logam-logam yang
tidak berharga menjadi emas. Kedua, mempergunakan bahan-bahan kimia khusus
untuk berbagai bidang pekerjaan tertentu , seperti : penyamakan kulit,
penyepuhan logam , pembuatan berbagai jenis senjata dan sebagainya yang banyak
di lakukan orang kota-kota yang telah maju. Karena itu, tidak mengherankan
kalau setelah berhasil melancarkan gerakan perluasan wialyah Islam , orang Arab
menemukan berbagai macam pertukangan di negeri-negeri Persia , Syam dan Mesir.
Juga tidak aneh kalau para khalifah yang bersangkutan menggalakan para ahli
pertukangan dan para ilmmuan agar melakukan penelitian secara teoretis.
Sebagaimana yang telah kita
ketahui dari uraian terdahulu , kaum muslimin mengenal banyak macam ilmu
pengetahuan pada zaman pertengahan kekuasaan raja-raja bani Umayyah . Pada
akhir abad pertama Hijriyah, khalifah Umar bin Abdul Azis menginginkan supaya
semua buku ilmu pengetahuan yang bermamfaat bagi kesejahteraan rakyat seperti:
Kedokteran, Kimia ,dan geometri di keluarkan dari perpustakaan agar di pelajari
kaum Musllimin . Sejak itu mulailah berbagai cabang ilmu pengetahuan asing
sedkit demi sedikit di serap oleh dunia Islam hingga daulah Abbasiyyah, yang
mengadakan gerakan penerjemahan paling besar dalam sejarah , sampai-sampai di kenal dengan sebutan zaman penerjemahan.
Zaman penerjemahan alam arti yang
sebenarnya baru di mulai pada zaman daulat Abbasiyyah. Khalifah abbasiyyah yang
bernama Al-Manshur membangun kota bagdad yang kemudian menjadi mercusuar di
timur dan jantung dunia Islam dalam kurun waktu yang amat panjang. Dari
Jundisabur , Al-Manshur mendatangkan Jirjis bin Bakhthaisyu (148 H). Kemudian
mengangkatnya sebagai kepala team dokter istananya dampai ia (Al-Mashur) wafat
pada tahun 150 H. Anak lelaki Al-Mashur yang bernama Al Mahdi tetap memperkerjakan lelaki Bakhtaisyu di
istananya hingga zaman AL-Hadi danAr-Rasyid. Anak lelaki Bakhtaisyu yang
bernama Gabriel juga menjadi seorang dokter dan bekerja di istana ja’far
Al-baramki dan tetap dalm pekerjaan itu hingga zaman khalifah Al-Ma’mun. Jafar
Al baramaki meninggal dnia pada tahun 213 H.
Pada tahun 215 H, Khalifah al
Ma’mun mendirikan sebuah akademi penerjemahan dengan nama Baitul Hikmah . Untuk
itu, ia mengangkat beberapa orangkepala (bagian) di bantu oleh sejumlah penulis
dan redaktur yang mengenal bahasa Suryani dan Yunani, di samping bahasa Arab
yang telah mereka kuasai dengn baik. Diantara orang-orang yang terkenal pernah
mengepalai baitul-hikmah ialah Hunain bin Ishaq. Ia menguasai bahasa Yunani
dengan baik sekali. Sebagian riwayat mengatakan bahwa hafal syair-syair
Homerus dan sering mendendangkannya di
jalan-jaln kota Baghdad. Khalifah al-mutawakil mengangkatnya sebagai
penerjermah dan kepadanya di perbantukan beberapa orang ahli seperti :
Stephanus abu basil dan lain-lain. Mereka menerjemahkan kemudian terjemahan
mereka di teliti lagi kebenarannya oleh Hunain. Selain itu , Hunain
menerjemahkan pula berbagai buku ilmu kedokteran yang ditulis oleh Galenus, Di
samping mengarang beberapa makalah tentang ilmu kedokteran. Ia juga telah
menerjemahkan buku-buku Aristoteles perihal ilmu semantika (logika), filsafat
dan ilmu jiwa. System penerjemahannya lebih mengutamakan makna dan pengertian
bukan harfiah. Dengan demikian, Hunain Ibju Ishaq menjadi bertambah mahir dalm
masalah penerjemahan.
Gerakan penerjemahan berlangsung
terus selama abad ake-3 H. Beberapa jenis buku di terjemahkan lebih dari satu
kali. Jika terjamahan pertama di pandang kurang baik bersifat harfiah dan
kurang mengutamakan makna , maka buku yang telah di terjemahkan di ulang
kembali penerjemahannya . Bahkan ada kalanya sampai tiga kali di terjemahkan.
Dengan cara itu, maka sebagian besar pusaka pemikiran asing selesai di
terjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pada zaman Daulah Abbasiyah, di katakan
sebagai masa menjamurnyakesastraan dan ilmu pengetahuan serta ilmu-ilmu
purbakala yang disalin ke dalam bahasa Arab. Lahirlah pada masa itu sekian
banyak penyair, pujangga, ahli bahasa, ahli sejarah, ahli hukum, ahli tafsir,
ahli hadits, ahli filsafat, thib, ahli bangunan dan sebagainya. Dinasti Abbasiyiah
membawa Islam ke puncak kejayaan Saat itu, dua pertiga bagian dunia dikuasai
oleh kekhalifahan Islam, Tradisi keilmuan berkembang pesat.Kesadaran akan
pentingnya ilmu pengetahuanlah yang mengundang terciptanya beberapa karya
ilmiah seperti terlihat pada abad ke 8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku
peninggalan kebudayaan Yunani dan Persia.
Ilmu pengetahuan dipandang
sebagai suatu hal yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah dan para
pembesar lainnya mengantisipasi kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan. Pada umumnya khalifah adalah para ulama yang
mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan pujangga. Kebebasan berpikir
sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya. Pada waktu itu akal dan pikiran
dibebaskan dari belenggu taklid, yang menyebabkan orang sangat leluasa
mengeluarkan pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang aqidah, falsafah,
ibadah dan sebagainya.
Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat
dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur mesjid Agung
Cordoba Blue Mosque di Konstantinopel. atau menara spiral di Samara yang
dibangun oleh khalifah al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang
dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang
dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada. Saat itu “kata Lutfi”
banyak lahir tokoh dunia yang kitabnya menjadi referensi ilmu pengetahuan
modern. Salah satunya adalah bapak kedokteran Ibnu Sina atau yang dikenal saat
ini di Barat dengan nama Avicenna. Pada saat itu tentara Islam juga berhasil
membuat senjata bernama ‘manzanik’, sejenis ketepel besar pelontar batu atau
api. Ini membuktikan bahwa Islam mampu mengadopsi teknologi dari luar. Pada
abad ke-14, tentara Salib akhirnya terusir dari Timur Tengah dan membangkitkan
kebanggaan bagi masyarakat Arab. Peradaban Islam memang peradaban emas yang
mencerahkan dunia. Itu sebabnya menurut Montgomery, tanpa dukungan peradaban
Islam yang menjadi dinamonya, Barat bukanlah apa-apa. Wajar jika Barat
berhutang budi pada Islam.
2.3.3 Masa kemunduran Islam
Gustave Lebon mengatakan bahwa
terjemahan buku-buku bangsa Arab, terutama buku-buku keilmuan hampir menjadi
satu-satunya sumber-sumber bagi pengajaran di perguruan-perguruan tinggi Eropa
selama lima atau enam abad. Tidak hanya itu, Lebon juga mengatakan bahwa hanya
buku-buku bangsa Arab-Persia lah yang dijadikan sandaran oleh para ilmuwan
Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Arnold de Philipi, Raymond Lull,
san Thomas, Albertus Magnus dan Alfonso X dari Castella. Belum lagi ribuan buku
yang berhasil memberikan pencerahan kepada dunia. Itu sebabnya, jangan heran
kalau perpustakaan umum banyak dibangun di masa kejayaan Islam. Perpustakaan
al-Ahkam di Andalusia misalnya, merupakan perpustakaan yang sangat besar dan
luas. Buku yang ada di situ mencapai 400 ribu buah. Uniknya, perpustakaan ini
sudah memiliki katalog. Sehingga memudahkan pencarian buku. Perpustakaan umum
Tripoli di daerah Syam, memiliki sekitar tiga juta judul buku, termasuk 50.000
eksemplar al-Quran dan tafsirnya. Dan masih banyak lagi perpustakaan lainnya.
Tapi naas, semuanya dihancurkan Pasukan Salib Eropa dan Pasukan Tartar ketika
mereka menyerang Islam.
Pada masa kemunduran iptek di
dunia islam, kaum Muslimin tidak lagi mempunyai semangat yang tinggi dalam
menuntut ilmu. Bahkan sebagian mereka menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan,
karena dianggap sekular dan produk Barat. Menurut Prof DR. Abdus Salam, seorang
ilmuwan Muslim asal Pakistan, kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi di Dunia
Islam lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor internal umat Islam. Misalnya,
terjadinya pemisahan dalam mempelajari ayat-ayat Qauliyah dan ayat-ayat
Kauniyah, kurang terjalinnya kerjasama antara ilmuwan Muslim dan penguasa
setempat untuk menjaga tradisi keilmuan di Dunia Islam, dan sikap mengisolasi
diri terhadap perkembangan iptek dunia luar.
Di zaman dewasa ini perkembangan iptek di
Dunia Islam amat memprihatinkan. Berbagai penemuan ilmiah mutakhir seperti
nuklir, cloning, dan kosmologi, meskipun tersirat secara simbolik dalam
Al-Qur’an, tetapi yang menemukannya adalah orang-orang non-Muslim. Demikian
pula penemuan ilmiah di bidang lain. Kaum Muslimin baru menyadari bahwa
prinsip-prinsip ilmu tersebut telah diungkapkan dalam Al-Qur’an lima belas abad
yang lalu, setelah ilmu tersebut ditemukan oleh ilmuwan-ilmuwan non-Muslim.
Suatu fakta menunjukkan bahwa, dewasa ini kaum Muslimin senantiasa tertinggal
dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan datang terlambat
menafsirkan ilmu tersebut dari kebenaran Al-Qur’an. Suramnya kondisi keilmuan
di Dunia Islam diperparah oleh fenomena rendahnya persentase umat Islam yang
menuntut ilmu dari SD sampai perguruan tinggi, dan adanya ketidakseimbangan
antara ilmuwan Muslim dengan besarnya populasi penduduk Muslim di dunia yang
hampir mencapai 1,5 miliar. Sebagai contoh, Indonesia yang mayoritas
penduduknya Muslim, saat ini hanya 11% siswa lulusan SMA yang melanjutkan ke
perguruan tinggi. Sementara itu, di Korea Selatan terdapat 70% lulusan SMA yang
melanjutkan ke PT. Sebagai ilustrasi pula jumlah ilmuwan dan insinyur per satu
juta orang di negara-negara non-Muslim seperti Cina 71.297, Jepang 59.611,
Jerman 42.557, Amerika Serikat 14.757 dan Korea Selatan 2.426. Sedangkan
Indonesia yang merupakan salah satu negeri Islam terbesar hanya sekitar 1.280.
Dari jumlah ilmuwan tersebut yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan
adalah Indonesia sebesar 3,2%, Korea Selatan 46,5%, AS 22,1%, Jepang 8,1% dan
Jerman 5,5%. Data tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia yang mayoritas
berpenduduk Muslim merupakan negara yang memiliki ilmuwan dan insinyur paling
sedikit.
Fenomena kemunduran iptek di
Dunia Islam menyebabkan banyak implikasi di berbagai bidang. Misalnya Dunia
Islam masih banyak yang masuk dalam daftar adopter country, yaitu negara yang
masih dalam taraf menggunakan teknologi yang diadopsi dari bangsa lain. Menurut
mantan Menristek Hatta Rajasa beberapa waktu lalu, Indonesia bisa melorot
menjadi isolated country, yakni, negara yang terkungkung karena tidak mampu
menghasilkan produk dengan teknologi sendiri karena bisanya hanya menjadi
pengguna teknologi. Akibatnya terjadilah di Dunia Islam adopsi teknologi impor.
Adopsi teknologi impor ini telah menyentuh berbagai bidang kehidupan, seperti
transportasi, pangan, kedokteran, komunikasi, bioteknologi, dan lain-lain.
Bahkan sistem ekonomi, perbankan, pendidikan, dan pemerintahan pun merupakan
sistem yang diadopsi dari negara lain. Akibat dominasi teknologi impor ini, di
Dunia Islam muncui umat Islam yang kebarat-baratan. Sayangnya, yang ditiru dari
peradaban Barat hanya pada tataran surface saja seperti lifestyle, mode,
perilaku, dan lain-lain yang sering bertentangan dengan nilai-nilai moral
agama. Adapun peradaban Barat yang baik seperti kesungguhan dalam bekerja,
tepat waktu, disiplin, penghargaan terhadap karya orang lain, administrasi dan
manajemen yang baik, motivasi belajar, penelitian, dan lain-lain tidak pernah
dicontoh.
Dampak lain dari kemunduran Dunia
Islam di bidang iptek ialah tumbuh suburnya kemiskinan, rendahnya mutu
pendidikan, minimnya pendapatan perkapita, dan merajalelanya pengangguran. Di
samping itu banyak negara-negara Islam yang terjerat hutang luar negeri. Indonesia misalnya, sekitar 60% hidup di bawah garis
kemiskinan dan 10-20% penduduknya hidup dalam kemiskinan absolut. Sementara itu
jumlah pengangguran di Indonesia hampir mencapai 40 juta orang. Negara-negara
Islam yang lain, meski tidak separah Indonesia, mereka menghadapi problem yang
tidak jauh berbeda, terutama dalam masalah hutang luar negeri.
Agendanya sekarang, umat Islam
harus melakukan upaya-upaya yang dapat mendukung kembali kemajuan di bidang
sains dan teknologi. Karena dalam Al-Qur’an sendiri terdapat 750 ayat-ayat
kauniyah atau hampir seperdelapan kandungan Al-Qur’an yang mengingatkan kaum
Muslimin agar senantiasa mempelajari alam semesta dan terus berfikir dengan
menggunakan penalaran yang sebaik-baiknya. Dalam Al-Qur’an juga terdapat 32 surah
yang membahas fenomena alam dan materi. Selain itu kata ‘aql dengan berbagai
bentuknya disebutkan sebanyak 49 kali. Demikian pula kata ‘ilmu dalam berbagai
bentuknya disebutkan sebanyak 854 kali. Kata ulul albab dan kualifikasinya
disebutkan dalam beberapa surah antara lain al-Baqarah: 179,197,269, Ali-Imran:
7,190,191, ar-Ra’ad: 19, Shad: 29, 43, Az-Zumar: 18 &21. Selain itu,
Al-Qur’an juga menjelaskan keutamaan dan derajat orang yang berilmu, seperti
dalam Qs. Al-Fathir: 28, An-Nisa: 162, dan al-Mujadilah: 11. Jika umat Islam
menginginkan dirinya sebagai unggul dalam percaturan global, maka mau tidak mau
umat Islam harus mampu mengejar ketertinggalannya di bidang iptek. Di samping
itu, umat Islam harus mempunyai kesadaran ruhiyah yang tinggi serta motivasi
yang kuat dalam mengkaji Al-Qur’an.
Jatuh itu memang menyakitkan.
Apalagi ketika kita udah berada jauh di puncak kesuksesan. Setelah berhasil
membangun kejayaan selama 14 abad lebih, akhirnya peradaban Islam jatuh
tersungkur. Inilah kisah tragis yang dialami peradaban Islam. Bukan tanpa sebab
tentunya. Serangan pemikiran dan militer dari Barat bertubi-tubi menguncang
Islam. Akibatnya, kaum muslimin mulai goyah. Puncaknya, adalah tergusurnya
Khilafah Islamiyah di Turki dari pentas perpolitikan dunia. Saat itu, Inggris
menetapkan syarat bagi Turki, bahwa Inggris tak akan menarik dirinya dari bumi
Turki, kecuali setelah Turki menjalankan syarat-syarat berikut: Pertama, Turki
harus menghancurkan Khilafah Islamiyah, mengusir Khalifah dari Turki, dan menyita
harta bendanya. Kedua, Turki harus berjanji untuk menumpas setiap gerakan yang
akan mendukung Khilafah. Ketiga, Turki harus memutuskan hubungannya dengan
Islam. Keempat, Turki harus memilih konstitusi sekuler, sebagai pengganti dari
konstitusi yang bersumber dari hukum-hukum Islam. Mustafa Kamal Ataturk
kemudian menjalankan syarat-syarat tersebut, dan negara-negara penjajah pun
akhirnya menarik diri dari wilayah Turki (Jalal al-Alam dalam kitabnya Dammirul
Islam Wa Abiiduu Ahlahu, hlm. 48) Cerzon (Menlu Inggris saat itu) menyampaikan
pidato di depan parlemen Inggris, “Sesungguhnya kita telah menghancurkan Turki,
sehingga Turki tidak akan dapat bangun lagi setelah itu… Sebab kita telah
menghancurkan kekuatannya yang terwujud dalam dua hal, yaitu Islam dan Khilafah.”
Jadi terakhir kaum muslimin hidup dalam naungan Islam adalah di tahun 1924,
tepatnya tanggal 3 Maret tatkala Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki
alias Konstantinopel diruntuhkan oleh kaki tangan Inggris keturunan Yahudi,
Musthafa Kemal Attaturk. Nah, dialah yang mengeluarkan perintah untuk mengusir
Khalifah Abdul Majid bin Abdul Aziz, Khalifah (pemimpin) terakhir kaum muslimin
ke Swiss, dengan cuma berbekal koper pakaian dan secuil uang. Sebelumnya Kemal
mengumumkan bahwa Majelis Nasional Turki telah menyetujui penghapusan Khilafah.
Sejak saat itulah sampai sekarang kita nggak punya lagi pemerintahan Islam.
Akibatnya, umat Islam
terkotak-kotak di berbagai negeri berdasarkan letak geografis yang beraneka
ragam, yang sebagian besarnya berada di bawah kekuasaan musuh yang kafir:
Inggris, Perancis, Italia, Belanda, dan Rusia. Di setiap negeri tersebut, kaum
kafir telah mengangkat penguasa yang bersedia tunduk kepada mereka dari
kalangan penduduk pribumi. Para penguasa ini adalah orang-orang yang mentaati
perintah kaum kafir tersebut, dan mampu menjaga stabilitas negerinya. Kaum
kafir segera mengganti undang-undang dan peraturan Islam yang diterapkan di
tengah-tengah rakyat dengan undang-undang dan peraturan kafir milik mereka.
Kaum kafir segera mengubah kurikulum pendidikan untuk mencetak
generasi-generasi baru yang mempercayai persepsi kehidupan menurut Barat, serta
memusuhi akidah dan syariat Islam. Khilafah Islamiyah dihancurkan secara total,
dan aktivitas untuk mengembalikan serta mendakwahkannya dianggap sebagai
tindakan kriminal yang dapat dijatuhi sanksi oleh undang-undang.